VATIKAN, 7 Desember, Veritas Indonesia – Sebuah laporan penting mengenai kemungkinan penahbisan diakon wanita telah dirilis, menyimpulkan bahwa saat ini Gereja tidak dapat menerima wanita ke dalam diakonat jika dipahami sebagai tingkatan dalam Sakramen Tahbisan Suci (Holy Orders).
Melansir laporan dari Vatican News, dokumen tersebut menyatakan bahwa meskipun penilaian ini dipegang teguh berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi, hal ini belum menjadi sebuah “keputusan definitif” seperti halnya dalam kasus penahbisan imam.
Laporan setebal tujuh halaman tersebut diserahkan oleh Kardinal Giuseppe Petrocchi, Uskup Agung Emeritus L’Aquila, kepada Paus Leo XIV pada tanggal 18 September lalu dan kini dipublikasikan atas permintaan Bapa Suci.
Buah Komisi Bentukan Paus Fransiskus Tahun 2020
Laporan ini merupakan hasil akhir dari komisi studi kedua yang dibentuk oleh Paus Fransiskus pada tahun 2020. Saat itu, Paus Fransiskus menunjuk Kardinal Petrocchi sebagai presiden komisi dan menetapkan anggota-anggotanya untuk meneliti secara mendalam kemungkinan penahbisan wanita sebagai diakon, melanjutkan diskusi dari komisi sebelumnya di tahun 2016 yang hasilnya dianggap belum konklusif.
Komisi ini secara resmi menyelesaikan tugasnya pada Februari 2025.
Poin-Poin Utama Laporan
Dalam laporannya, Komisi menyimpulkan: “Status quaestionis dari penelitian sejarah dan investigasi teologis… menolak kemungkinan untuk bergerak ke arah penerimaan perempuan pada diakonat yang dipahami sebagai derajat sakramen Tahbisan Suci. Berdasarkan Kitab Suci, Tradisi, dan Magisterium Gereja, penilaian ini dipertahankan dengan kuat, meskipun saat ini tidak memungkinkan untuk merumuskan penilaian definitif, seperti halnya dengan penahbisan imam.”
Proses kerja komisi ini berjalan dalam beberapa tahap:
Sesi 2021: Diskusi teologis dengan suara bulat menyimpulkan bahwa studi sistematis tentang diakonat dalam kerangka teologi sakramen Tahbisan Suci menimbulkan pertanyaan serius tentang kompatibilitasnya dengan doktrin Katolik.
Namun, komisi mendukung pembentukan pelayanan (ministri) baru yang dapat berkontribusi pada sinergi antara pria dan wanita.
Sesi Juli 2022: Dengan tujuh suara setuju dan satu menentang, Komisi menyetujui pernyataan yang menolak kemungkinan wanita masuk dalam diakonat sebagai derajat Tahbisan Suci, namun tanpa mengeluarkan “penilaian definitif”.
Sesi Februari 2025: Komisi memeriksa materi yang masuk dari Sinode. Meski ada argumen yang disusun dengan baik, jumlahnya sedikit (hanya 22 kiriman) sehingga tidak dapat dianggap mewakili suara seluruh Umat Allah.
Perdebatan Teologis: Pro dan Kontra
Laporan tersebut merangkum argumen dari kedua sisi:
Pihak Pendukung: Berargumen bahwa tradisi yang membatasi tahbisan hanya untuk pria tampak bertentangan dengan kesetaraan pria dan wanita sebagai citra Allah, serta mengutip Galatia 3:28 (“tidak ada laki-laki atau perempuan…”). Mereka juga menunjuk pada perkembangan sosial yang mendorong akses setara ke semua fungsi institusional.
Pihak Penentang: Mengajukan tesis bahwa “Maskulinitas Kristus… bukanlah kebetulan tetapi merupakan bagian integral dari identitas sakramental, yang melestarikan tatanan ilahi keselamatan dalam Kristus.” Mengubah hal ini dianggap bukan sekadar penyesuaian pelayanan, melainkan perusakan makna mempelai dalam keselamatan.
Rekomendasi: Perluasan Pelayanan Non-Tahbisan
Meskipun menolak jalur sakramental, dengan sembilan suara berbanding satu, Komisi menyatakan harapan agar: “Akses perempuan terhadap pelayanan yang dilembagakan untuk pelayanan komunitas dapat diperluas… sehingga memastikan pengakuan gerejawi yang memadai atas diakonia (pelayanan) kaum terbaptis, khususnya perempuan.”
Kardinal Petrocchi dalam kesimpulannya menyoroti adanya dialektika yang intens. Ia menekankan perlunya pemeriksaan kritis yang ketat dan luas yang berfokus pada “diakonat itu sendiri”—yakni identitas sakramental dan misi gerejawinya—untuk memperjelas aspek-aspek yang saat ini belum didefinisikan secara penuh.








