Paus Santap Siang Bersama Kaum Miskin di Vatikan

2
Paus Leo XIV
Paus Leo XIV berjabat tangan dengan salah satu peserta makan siang di Aula Paulus VI. (Foto: Vatican News)

Vatikan, 16 November 2025, Veritas Indonesia. Suasana hangat memenuhi Aula Paulus VI ketika Paus Leo XIV duduk makan siang bersama sekitar 1.300 orang miskin, pengungsi, serta mereka yang hidup dalam berbagai bentuk kerentanan dari banyak negara pada Hari Orang Miskin Sedunia yang kesembilan. 

Dengan hidangan sederhana—lasagna, buah-buahan dari Napoli, dan babà—Paus berbagi perjamuan tanpa jarak dan tanpa protokol, sebuah gestur yang menegaskan kembali jantung misi Gereja: hadir, mendengar, dan berbagi hidup dengan mereka yang tersisih.

Dalam doa pembukaannya, Paus mengarahkan perhatian kepada mereka yang masih menderita akibat perang, kekerasan, dan kelaparan di berbagai belahan dunia. “Semoga kita merayakan perjamuan ini dalam semangat persaudaraan,” ujarnya, mengajak seluruh hadirin melihat peristiwa sederhana ini sebagai tanda kasih yang melampaui batas.

Relawan Vincentian Hadir Melayani di Usia 400 Tahun

Para relawan Vincentian bergerak sigap melayani para tamu dengan keramahan khas spiritualitas mereka. Selain menyajikan makanan, mereka juga membagikan paket perawatan diri dan panettone kecil sebagai bingkisan untuk dibawa pulang. 

Di antara para undangan hadir beragam kisah kehidupan: seorang ibu muda menyusui bayinya sembari berjuang menyambung hidup; seorang perempuan Italia yang baru kehilangan pekerjaan menegaskan bahwa kendati hidupnya berubah, martabatnya tidak; seorang perempuan Somalia yang dibaptis di Roma sedang melawan penyakit berat namun tetap tersenyum kuat; dan para pengungsi Ukraina membawa kecemasan tentang keluarga mereka yang masih berada di garis depan perang.

Di sudut lain, seorang seniman Italia memperlihatkan sketsa yang ingin ia hadiahkan kepada Paus, sementara seorang pemuda dari Pantai Gading—yang bukan Katolik—mengaku merasa diterima sepenuhnya, “seperti di rumah.” 

Momen-momen kecil ini menyatukan aula itu dalam pengalaman manusiawi yang sama: kerentanan, harapan, dan kebutuhan untuk disambut.

Menjelang akhir acara, Paus mengajak para tamu membawa pulang buah-buahan sebagai tanda kebaikan yang perlu terus dibagikan. Kesederhanaan gestur ini menyampaikan pesan kuat bahwa martabat tidak pernah menjadi milik segelintir orang, dan belas kasih menemukan bentuk paling nyatanya dalam tindakan sehari-hari.

Teladan Pelayanan bagi Kaum Kecil

Perjamuan ini menghadirkan sebuah kerangka pelayanan yang relevan bagi Gereja di Indonesia. Dalam konteks masyarakat yang bergulat dengan PHK pasca-pandemi, kemiskinan kota, migrasi internal, hingga wilayah-wilayah yang terdampak konflik, ajakan Paus ini mengarahkan Gereja untuk membangun ruang-ruang perjumpaan yang memulihkan martabat, menawarkan pendampingan jangka panjang, memperluas kolaborasi dengan berbagai lembaga dan komunitas lintas agama, serta menjadikan belas kasih bukan sebagai program tambahan, melainkan budaya pastoral.

Di tengah realitas tersebut, perjamuan sederhana di Vatikan ini menjadi undangan untuk merefleksikan kembali cara kita hadir bagi sesama: bagaimana paroki, komunitas, dan lembaga Gereja dapat menciptakan ruang makan yang menyembuhkan, ruang hadir yang mengangkat martabat, dan ruang perjumpaan yang memanusiakan? 

Peristiwa ini menegaskan bahwa Gereja sungguh hidup ketika berada di tengah mereka yang rentan—mendengarkan, menemani, dan merawat kehidupan dalam kasih yang nyata.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here