web page hit counter
back to top
Wednesday, December 10, 2025

Dua Mawar Satu Tangkai: Refleksi Kecil tentang Kepemimpinan

Oleh. Tereja Oktaviana Lim*

Banjarmasin, 30 November 2025-Veritas Indonesia. Hidup adalah rangkaian pilihan yang tak berujung. Entah itu menyangkut hal-hal konkret, maupun nilai-nilai abstrak yang kita pegang teguh. Pemikiran ini melintas begitu saja saat saya menyusuri jalan setapak menuju tempat kerja di suatu pagi yang cerah.

Matahari menyapa hangat, seolah menyemangati saya untuk menyambut tugas dengan senyuman. Namun, langkah saya terhenti mendadak di depan sebuah pemandangan ganjil. Mata saya tertumbuk pada sekumpulan mawar yang sedang bermekaran.

Saya mundur selangkah, mengamati satu objek spesifik: sebatang tangkai mawar yang memiliki dua kembang sekaligus. Uniknya, nasib kedua kembang itu bertolak belakang. Satu kembang mekar dengan segar dan mempesona, sementara satu lainnya layu dan mengering, meski mereka berbagi batang dan asupan nutrisi yang sama.

Fenomena botani sederhana ini seketika melempar ingatan saya pada dua kisah klasik dari Kitab Daniel yang baru saja saya renungkan dalam ibadah pagi beberapa hari ini. Kisah tentang dua raja dengan watak yang kontradiktif: Belsyazar dan Darius.

Antara Kemegahan Semu dan Hati Nurani

Ingatan saya melayang pada Raja Belsyazar. Ia adalah personifikasi dari arogansi. Dikisahkan, ia menggelar perjamuan mewah menggunakan perkakas emas dan perak yang diambil dari Bait Suci-harta yang bukan haknya, warisan rampasan ayahnya. Ia mabuk oleh anggur dan kekuasaan, hingga sebuah peringatan ilahi muncul: tulisan misterius di dinding istana yang menandakan akhir kekuasaannya.

Di sisi lain, narasi berikutnya menghadirkan Raja Darius. Sosok yang digambarkan memiliki watak berbeda. Ia adalah pemimpin yang masih memiliki nurani, gelisah memikirkan nasib orang benar (Daniel) yang terjerat oleh hukum yang ia buat sendiri akibat manipulasi para bawahannya.

Dua raja ini, bagi saya, persis seperti dua kembang pada satu tangkai mawar tadi.

Belsyazar adalah kembang yang mengering. Ia mungkin sempat mekar, menyerap nutrisi kekuasaan (yang ia korupsi), namun keindahannya rapuh dan fana. Kesegarannya hanya sesaat sebelum akhirnya “mengering” dan hancur karena fondasi moralnya yang keropos. Ini mengingatkan kita pada fenomena pemimpin masa kini: mereka yang terjebak korupsi dan praktik menyimpan lainnya. Kebiasaan mengambil yang bukan haknya mungkin sudah tertanam lama, mekar sebentar dalam kemewahan, namun berakhir layu di balik jeruji besi atau sanksi sosial.

Sebaliknya, Darius mewakili kembang yang segar. Meski berada di lingkungan istana yang penuh intrik (satu tangkai dengan si layu), ia tetap berusaha mempertahankan “kesegaran” nuraninya.

Tantangan Menjadi “Bunga Segar”

Namun, menjadi bunga segar di tengah sistem yang sakit bukanlah hal mudah. Sering kali saya merenung, mengapa orang baik justru kerap tidak didengarkan? Mengapa pemimpin yang lurus sering kali dijadikan kambing hitam oleh sistem yang korup?

Menjadi “kembang segar” di sebelah “kembang kering” adalah ujian ketahanan. Ia harus tetap memancarkan keindahan dan keharuman, meski berbagi ruang dengan kebusukan di sebelahnya. Pemimpin yang berintegritas, seperti Darius atau simbol kembang segar itu, mungkin tampak sepi dan minoritas, namun keberadaannya adalah bukti bahwa kehidupan (kebaikan) masih bisa bertahan.

Saat kembali mengayunkan langkah menyusuri lorong kantor, pertanyaan itu terus berdengung di kepala saya. Kita semua, dalam skala kepemimpinan masing-masing, baik di kantor, masyarakat, atau keluarga-berada di “tangkai” kehidupan yang sama.

Pertanyaannya kini kembali pada kita: Pilihan mana yang akan kita ambil? Apakah kita akan menjadi seperti Belsyazar yang mekar sesaat, tetapi berakhir kering dan memalukan? Atau kita memilih menjadi kembang segar yang terus merawat integritas, meski badai dan intrik mencoba melayukan kita?

Namanya juga pilihan. Sepenuhnya ada di tangan kita.


*Tereja Oktaviana Lim adalah seorang pengajar di kampus swasta yang menjadikan menulis sebagai ruang meditasinya. Karya ini merupakan karya perdananya, sebuah tulisan reflektif yang menghubungkan kisah kehidupan nyata dengan panduan spiritual.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img

Terbaru

Populer