Paus Kaum Kecil: Bagaimana Paus Fransiskus Menghidupi Injil Kaum Tersingkir

4

Sejak Jorge Mario Bergoglio tampil di balkon Basilika Santo Petrus pada Maret 2013, sebuah revolusi sunyi dimulai. Ia menolak jubah merah kebesaran kepausan, memilih menyapa umat dengan kalimat sederhana, “Buonasera”—sapaan ramah yang menandai sebuah kepausan yang tidak berpusat pada kemegahan, melainkan pada pelayanan.

Lebih dari satu dekade berlalu, nama Fransiskus kini identik dengan kerendahan hati, keadilan sosial, dan komitmen tak tergoyahkan terhadap kaum terpinggirkan. Dari kamp pengungsi hingga perkampungan kumuh, dari ruang kekuasaan hingga trotoar tempat para tunawisma tidur, ia terus mewujudkan visinya akan “Gereja yang miskin dan untuk orang miskin.”

Berjalan Bersama Mereka yang Terluka

Bagi mendiang Paus Fransiskus, perhatian terhadap kaum kecil bukan sekadar ideal—melainkan misi harian. Ia tidak bicara soal kemiskinan dari kejauhan, tetapi hadir langsung di tengah penderitaan.
Hanya beberapa bulan setelah terpilih menjadi paus, ia mengunjungi Pulau Lampedusa, tempat ribuan migran tiba setelah menempuh perjalanan berbahaya melintasi Laut Tengah. Dengan hati yang pilu, ia meratapi nyawa-nyawa yang hilang di lautan dan mengecam “globalisasi ketidakpedulian,” seraya mengajak dunia untuk tidak menutup mata terhadap penderitaan sesama.
Tiga tahun kemudian, di Lesbos, Yunani, ia mengejutkan dunia. Tak hanya mengunjungi para pengungsi Suriah yang melarikan diri dari perang, tetapi juga membawa dua belas di antaranya pulang ke Vatikan—memberi mereka tempat tinggal dan harapan akan kehidupan baru. Ini bukan sekadar simbolis, melainkan bentuk keramahtamahan radikal.
Langkah-langkah serupa ia tempuh di favelas Brasil, daerah kumuh Manila, hingga perkampungan miskin di Buenos Aires. Pesannya tetap sama:
 “Orang miskin bukan beban. Mereka adalah jantung Injil.”

Kesederhanaan yang Penuh Makna

Di era ketika banyak tokoh publik identik dengan kekuasaan dan privilese, Paus Fransiskus justru tampil sebaliknya. Tidak seperti para pendahulunya, ia memilih tinggal di Casa Santa Marta—rumah tamu sederhana di Vatikan—bukan Istana Apostolik yang megah.
Ia makan di ruang makan bersama, berjalan bebas di lorong-lorong, dan berbincang akrab dengan staf Vatikan—bukan sebagai figur yang jauh, tetapi sebagai gembala di tengah kawanan.
Bahkan alat transportasinya mencerminkan nilai hidupnya. Jika para paus sebelumnya menggunakan mobil-mobil mewah, Fransiskus justru dikenal menggunakan Ford Focus atau Renault 4 bekas. Tindakan kecil, namun sarat makna—kesaksian hidup tentang kesederhanaan dan pelepasan diri dari kekayaan duniawi.

Menantang Nurani Ekonomi Dunia

Cinta Paus Fransiskus kepada orang miskin melampaui sekadar belas kasih—itu berakar pada keadilan. Ia kerap mengkritik keras kapitalisme tanpa kendali, yang menomorsatukan laba dan mengabaikan martabat manusia.
Dalam ensiklik Laudato Si’ (2015), ia membuat hubungan revolusioner antara kerusakan lingkungan dan kemiskinan, menegaskan bahwa sistem yang merusak bumi juga menindas kaum kecil.
Di bawah kepemimpinannya, Vatikan meluncurkan berbagai inisiatif nyata untuk para tunawisma: mulai dari fasilitas mandi dan cukur gratis, hingga layanan medis di dekat Basilika Santo Petrus.
Tahun 2017, ia mencetuskan Hari Orang Miskin Sedunia, mengajak umat Katolik di seluruh dunia untuk menjadikan iman sebagai aksi—melalui pelayanan dan solidaritas.

Warisan yang Akan Dikenang

Cinta Paus Fransiskus kepada orang miskin bukanlah strategi pencitraan—itulah jati dirinya. Kepemimpinannya mencerminkan sabda Yesus dalam Matius 25:40:
 “Apa pun yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk-Ku.”
Di tengah dunia yang dilanda ketimpangan, krisis migrasi, dan kehancuran lingkungan, suara Fransiskus tetap menjadi seruan kenabian bagi hati nurani dunia. Ketika banyak pemimpin merumuskan kebijakan dari ruang rapat, Paus Fransiskus justru berlutut di hadapan mereka yang menderita, membasuh kaki mereka, dan menyebut mereka “saudara dan saudari.”
Kelak ketika sejarah mengenang kepausannya, Paus Fransiskus tak hanya akan dikenang karena apa yang ia katakan, tetapi karena bagaimana ia menjalani hidupnya.
Ia akan selalu dikenal sebagai: “Paus Kaum Miskin.”
– P. Kasmir Nema, SVD –

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here