Biografi Paus Leo XIV: Gembala dari Chicago untuk Dunia

Table of Contents

 

Paus Leo XIV, lahir dengan nama Robert Francis Prevost pada 14 September 1955 di Chicago, Illinois, Amerika Serikat, mencatat sejarah sebagai Paus pertama yang berasal dari Amerika Serikat. Ia juga menjadi anggota Ordo Santo Agustinus (OSA) pertama yang menduduki Takhta Suci sejak abad ke-17.

Terpilih sebagai Paus ke-267 pada 8 Mei 2025, ia menggantikan Paus Fransiskus, dan menjadi wajah baru kepemimpinan Gereja Katolik yang mengedepankan dialog, kerendahan hati, dan pembaruan yang penuh kasih.

Masa Kecil dan Pendidikan

Robert dibesarkan di Dolton, Illinois, dalam keluarga Katolik yang sederhana namun penuh nilai. Ayahnya, Louis Marius Prevost, adalah seorang kepala sekolah menengah, dan ibunya, Mildred Martínez, merupakan pustakawan keturunan Puerto Rico yang aktif dalam kegiatan paroki. Dalam keluarga, Robert dikenal sebagai anak yang tekun, hangat, dan senang membaca. Ia memiliki dua saudara laki-laki: Louis dan John.

Setelah menyelesaikan sekolah menengah di Marist High School, ia melanjutkan ke Villanova University, universitas Katolik yang dikelola oleh Ordo Agustinus. Di sana, ia meraih gelar sarjana dalam bidang matematika. Kecintaannya pada hidup rohani dan pelayanan membawanya masuk ke Ordo Santo Agustinus dan kemudian melanjutkan studi teologi di Catholic Theological Union di Chicago.

Ia ditahbiskan sebagai imam agustinian pada 19 Juni 1982, dan kemudian melanjutkan pendidikan di Roma, memperoleh lisensiat dan doktorat dalam hukum kanonik dari Universitas Kepausan Santo Tomas Aquinas (Angelicum)—sebuah fondasi akademik yang membekalinya dengan keahlian dalam tata kelola Gereja.

Pelayanan di Peru: Dari Chicago ke Chiclayo

Setelah ditahbiskan, Pastor Prevost dikirim sebagai misionaris ke Chiclayo, Peru, di mana ia menghabiskan lebih dari 20 tahun hidup bersama umat. Ia dikenal luas sebagai "Padre Roberto"—seorang pastor yang hidup sederhana, mudah didekati, dan penuh semangat pelayanan. Ia melayani sebagai pastor paroki, pembina seminari, dosen, sekaligus administrator keuskupan.

Selama di Peru, ia juga membantu pembentukan imam-imam lokal dan memperjuangkan peran Gereja di tengah komunitas miskin dan tertindas. Karena kedekatannya dengan rakyat dan dedikasinya, ia memperoleh kewarganegaraan Peru, dan hingga kini tetap dikenang dengan penuh hormat oleh umat di sana.

Pada 2015, ia diangkat sebagai Uskup Chiclayo, dan kemudian menjadi Administrator Apostolik Trujillo, memperkuat peran pastoral dan sosial Gereja di wilayah tersebut hingga akhirnya dipanggil kembali ke Roma.

Peran di Vatikan dan Jalan Menuju Takhta Suci

Pada Januari 2023, Paus Fransiskus menunjuk Uskup Prevost sebagai Prefek Dikastri untuk Para Uskup, menggantikan Kardinal Marc Ouellet. Dalam peran strategis ini, ia bertanggung jawab atas seleksi dan penunjukan uskup-uskup di seluruh dunia, termasuk proses formasi, penilaian, dan reformasi sistem kepemimpinan Gereja lokal.

Pada 30 September 2023, ia diangkat menjadi Kardinal, sebuah pengakuan atas kontribusinya dalam kehidupan Gereja universal. Kepemimpinannya yang bersahaja namun tegas, disertai kemampuan akademik dan pastoral yang seimbang, menjadikannya sosok kunci dalam proses reformasi struktur Gereja di masa Paus Fransiskus.

Pemilihan sebagai Paus dan Makna Nama “Leo XIV”

Setelah wafatnya Paus Fransiskus, para kardinal berkumpul dalam konklaf yang berlangsung di Kapel Sistina. Pada 8 Mei 2025, Robert Prevost terpilih sebagai Paus dan memilih nama Leo XIV.

Nama ini bukanlah pilihan yang sembarangan. Ia merujuk pada Paus Leo XIII (1878–1903), dikenal melalui ensiklik Rerum Novarum yang menjadi fondasi Ajaran Sosial Gereja, serta Paus Leo I (Leo Agung) yang dikenal karena kepemimpinan spiritualnya pada masa Konsili Chalcedon. Dengan memilih nama ini, Paus Leo XIV mengisyaratkan visinya yang kuat akan kejelasan doktrin dan keberpihakan pada keadilan sosial.

Gaya Kepemimpinan dan Arah Pelayanan

Paus Leo XIV dikenal sebagai pemimpin yang tenang, ramah, dan reflektif. Dalam salut perdananya “Urbi et Orbi”, beliau menekankan pentingnya “perdamaian yang melucuti senjata”—perdamaian yang bersumber dari kasih Tuhan dan kerendahan hati umat manusia.

Ia mengusung semangat sinodalitas sebagai wajah baru Gereja: mendengarkan, berjalan bersama, dan mencari kehendak Allah dalam kebersamaan. Sebagai seorang ahli hukum Gereja yang juga kaya pengalaman pastoral, Paus Leo XIV diharapkan mampu menjembatani ketegangan antara tradisi dan pembaruan, serta antara struktur dan pelayanan yang hidup.

Harapan Bagi Gereja di Indonesia

Bagi umat Katolik di Indonesia, kepemimpinan Paus Leo XIV membuka lembaran baru yang penuh harapan. Komitmennya terhadap dialog lintas agama, penguatan komunitas akar rumput, serta pembelaan terhadap kaum kecil dan marjinal sangat relevan dengan wajah pluralistik dan kontekstual masyarakat Indonesia.

Dengan semangat inkulturasi dan pelayanan yang membumi, Paus Leo XIV bukan hanya pemimpin spiritual global, tetapi juga sahabat umat, yang mengajak Gereja untuk lebih mendengar, merangkul, dan menghadirkan Kristus secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Penutup

Paus Leo XIV adalah gembala dari Chicago untuk dunia, tetapi lebih dari itu, ia adalah penerus Santo Petrus yang dipilih untuk menjawab tantangan zaman ini dengan hati yang lembut, semangat yang kokoh, dan kasih yang tak mengenal batas.

Kepemimpinannya diharapkan menjadi mercusuar harapan dan inspirasi, bukan hanya bagi umat Katolik, tetapi bagi seluruh umat manusia yang mendambakan dunia yang lebih damai dan penuh kasih.

 
- Rm. Kasmir Nema, SVD - 

Posting Komentar