FISIP UNWIRA Bedah Tantangan Kemanusiaan di Era Post-Truth Lewat Seminar Internasional

44

Kupang, 25 November 2025-Veritas Indonesia. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Katolik Widya Mandira (UNWIRA) menggelar kegiatan International Seminar: Progressive Digitalization Action pada Selasa (25/11). Bertempat di Aula St. Paulus, Lantai 4 Rektorat UNWIRA, seminar ini mengusung tema “Artificial Intelligence and the Transformation of Human Communication in the Post-Truth Era”. Forum ini menjadi respon akademis terhadap pergeseran fundamental cara manusia berpikir dan berinteraksi di tengah disrupsi teknologi dan informasi.

Seminar yang dilaksanakan secara hybrid ini menghadirkan lima pembicara ahli dari tiga negara. Sesi pertama diisi oleh RP. Paul Rahmat dari Vivat International (Amerika Serikat) yang membawakan materi “AI, Post-Truth, and New Humanism”, serta RP. Kasmir Nema dari Roma, Italia, dengan topik “Theology, Philosophy, and Digital Spirituality”. Diskusi berlanjut dengan paparan Prof. Alo Liliweri (Undana) mengenai kontestasi rezim analog dan digital, RP. Yoseph Riang, SVD (Unwira) tentang datafikasi, serta Yulianti Paula Bria, ST, MT, PhD (Unwira) yang membedah kapitalisme dan literasi digital.

Fr. kasmir Nema, SVD, MTS, MA, PhD (SVD General Coordinator for Communication, Roma, Italy) yang membawakan materi diskusi dengan topik “Theology, Philosophy, and Digital Spirituality” (Doc. Veritas Indonesia, 25/11/2025).

Dalam kerangka acuan kegiatan, sorotan utama tertuju pada fenomena post-truth, sebuah kondisi sosial di mana fakta objektif memiliki pengaruh yang lebih kecil dibandingkan emosi dan keyakinan pribadi. Kehadiran kecerdasan buatan (AI) dinilai telah menggeser “kepentingan diri” manusia menjadi sekadar hubungan algoritmik semata, yang berpotensi mengasingkan manusia dari rasionalitasnya sendiri.

Ketua Panitia Seminar, Emanuel Kosat, S.IP., M.KP, menegaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk membangun kesadaran kritis sivitas akademika. “Seminar internasional ini bukan sekadar forum akademik, melainkan ruang percakapan publik untuk memeriksa kembali makna menjadi manusia di dunia yang semakin didominasi mesin. Kita perlu mewujudkan komunikasi yang memanusiakan, di mana teknologi menjadi sarana refleksi moral, bukan instrumen dominasi,” ujarnya.

Antusiasme peserta terlihat tinggi dengan total kehadiran mencapai 250 orang, yang terdiri dari 200 mahasiswa, 35 dosen FISIP UNWIRA, serta 15 tamu undangan. Forum ini diharapkan dapat melahirkan manifesto etika komunikasi serta jaringan riset kolaboratif antar-universitas dan mitra internasional untuk memperjuangkan kemanusiaan digital.

Menutup acara, moderator acara mengutip diktum Hannah Arendt sebagai refleksi bersama bagi seluruh peserta. “Teknologi hanya se-manusiawi etika yang mengatur penggunaannya. Oleh karena itu, di tengah ketidakpastian era post-truth, kita dituntut untuk memprioritaskan nilai-nilai kemanusiaan dan tanggung jawab sosial di atas efisiensi algoritma.”

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here