Ketika Seorang Imam Runtuh

Table of Contents

 


 Ditulis oleh: P. Kasmir Nema, SVD

Roma- Wafat tragis Pastor Matteo Balzano, imam muda asal Italia berusia 35 tahun, mengguncang umat parokinya dan mengejutkan Gereja Katolik di seluruh dunia. Kepergiannya menjadi momen refleksi mendalam atas beban emosional yang kerap tersembunyi dalam kehidupan para imam, termasuk di Indonesia. Pastor Matteo ditemukan meninggal (bunuh diri) di rumah pastoran Paroki Cannobio pada 5 Juli, setelah tidak hadir dalam Misa Minggu pagi. Ia dikenal sebagai gembala yang dekat dengan umatnya. 

“Hanya Tuhan yang memahami misteri jiwa manusia,” tulis Pastor Franco Giudice, vikaris episkopal untuk klerus di Keuskupan Novara. “Kami menyerahkan Don Matteo ke dalam belas kasih Allah dan memeluk keluarga serta komunitas parokinya dalam duka.”

Sebelum kepergiannya, Pastor Matteo sempat mengatakan kepada seorang umat, “Tak ada yang tahu neraka seperti apa yang ada di dalam diri seseorang hingga bisa melakukan tindakan se-ekstrem ini.” Misa pemakamannya dilangsungkan pada 8 Juli di Gereja Santo Viktor dan ia dimakamkan di kampung halamannya, Grignasco.

Kematian ini menyentak banyak pihak—menyoroti kenyataan bahwa banyak imam menghadapi tekanan besar secara batin, namun jarang membagikannya karena stigma, rasa malu, atau tuntutan menjadi "kuat" tanpa cela.

Pastor Omar Buenaventura dari Peru menanggapi dengan tulus: “Kami para imam bukan terbuat dari batu. Kami menangis, kami jatuh, dan kadang beban itu terlalu berat.”

Sementara itu, Pastor Francisco Bronchalo dari Spanyol menambahkan bahwa banyak imam hidup dalam kesepian emosional, bukan fisik: “Kami ini manusia biasa dengan jiwa yang rapuh. Kami tak butuh dikasihani—kami butuh komunitas, kejujuran, dan kasih.”

Ia juga mengingatkan bahwa sering kali, imam hanya dinilai ketika gagal, namun tidak diperhatikan saat mereka bertahan atau berbuat baik. “Indiferensi lebih menyakitkan dari kebencian,” katanya.

Di berbagai negara seperti Prancis dan Brasil, krisis kesehatan mental di kalangan klerus mulai diakui. Di Prancis, setidaknya 7 imam bunuh diri dalam 4 tahun terakhir, dan di Brasil 40 imam mengambil nyawanya sendiri antara 2016 dan 2023. Namun di Italia, dan juga di banyak negara termasuk Indonesia, isu ini masih tabu, belum dibahas secara terbuka atau sistematis.

Di Indonesia sendiri, para imam—terutama di daerah pedalaman atau terpencil—sering memikul tugas ganda: sebagai gembala rohani, pendamping sosial, hingga administrator gereja, tanpa banyak dukungan emosional. Dalam budaya yang mengutamakan pelayanan tanpa keluhan, kerentanan jarang diberi ruang.

Tragedi Don Matteo bukan hanya kisah duka, tapi juga seruan pengingat bagi Gereja universal dan lokal: para imam adalah manusia biasa. Mereka juga butuh tempat untuk bersandar, orang yang mendengarkan, dan komunitas yang mendukung. Seorang imam pernah berkata dengan sederhana: “Kami tidak perlu sempurna. Kami hanya perlu dicintai.”

Posting Komentar