Dari Rerum Novarum ke Era Digital: Apa Makna ‘Leo’ bagi Gereja Masa Kini?
British
Broadcasting Corporation (BBC)
menegaskan bahwa, “In choosing his papal
name, Leo has signified a commitment to dynamic social issues”. Pada
kesempatan yang sama uskup Kardinal O’Malley menulis bahwa nama Leo “sangat terkait dengan warisan keadilan
sosial Paus Leo XIII” di masa perjuangan kaum buruh dan kemiskinan dalam
Revolusi Industri. Candida Moss pun melalui cbsnews.com, mengaitkan nama itu
dengan Paus Leo Agung (Leo I) yang berani menghadapi Attila the Hun, Raju Hun
yang menaklukkan banyak wilayah di Eropa. Dia menafsirkan bahwa Paus Leo XIV “mungkin juga akan berani menghadapi
kekuatan politik penindas di dunia”. Pernyataan-pernyataan di atas memberi kita isyarat kuat bahwa Paus Leo XIV
ingin menghidupkan kembali semangat reformasi sosial yang dulu diperjuangkan
Paus Leo XIII.
Bagi Gereja masa kini, Rerum
Novarum mengingatkan bahwa keadilan sosial dan solidaritas tetap relevan,
bahkan saat menghadapi persoalan baru. Paus Fransiskus melalui Laudato Si’ (2015) misalnya memperluas
wawasan itu dengan menyorot “kerusakan lingkungan” dan dominasi “kepentingan
ekonomi” yang mengalahkan kebaikan bersama. Demikian pula Fratelli Tutti (2020) menekankan kebutuhan solidaritas antarmanusia
di tengah dunia modern.
Bagaimana Paus Leo XIV merespons masalah masa kini? Dalam
beberapa pidato awalnya, ia menegaskan kesinambungan reformasi sosial Paus
Fransiskus. Pada misa pertamanya di Vatikan, ia memperingatkan umat agar tidak
terlalu tergantung pada “teknologi, uang,
kesuksesan, kekuasaan, atau kesenangan” sebagai pengganti iman. Ia sudah
terpilih untuk menjadi “administrator setia” Gereja yang berperan sebagai “mercusuar yang menerangi malam-malam gelap
dunia”.
Dalam khotbah perdananya Paus Leo XIV menyoroti bahwa
kurangnya iman sering kali disertai “hilangnya
makna hidup, pengabaian belas kasih, pelanggaran martabat manusia yang
mengerikan, krisis keluarga, dan banyak luka lain yang menyayat masyarakat
kita”. Seraya mencontohkan teladan pendahulunya, Paus Leo XIV menyerukan
Gereja untuk membangun jembatan
melalui dialog dan perjumpaan dengan semua pihak. Sikapnya yang peduli kaum
miskin, imigran, dan lingkungan memperlihatkan kesinambungan dengan ajaran
sosial gereja.
Nama Leo XIV tampaknya menyiratkan semangat pembaharuan
ajaran sosial Katolik dalam konteks modern. Ia seolah menegaskan bahwa
perjuangan Rerum Novarum tidak usang.
Gereja dipanggil menegakkan keadilan sosial di zaman revolusi digital,
melindungi martabat manusia, dan mewujudkan persaudaraan
sejati walau teknologi berkembang pesat. Kebijakan-kebijakan konkritnya,
seperti menghadapi ketimpangan ekonomi digital, mengedukasi umat agar kritis
pada media, serta memupuk dialog inklusif, akan menguji makna nama barunya.
Bagi umat Katolik Indonesia, masa kepausan Leo XIV
diharapkan membawa inspirasi baru. Tema keadilan sosial sesungguhnya sudah lama
relevan di Indonesia. Isu seperti pemenuhan hak-hak buruh, pengentasan
kemiskinan, hingga perlindungan marginalisasi masih perlu mendapat perhatian
serius.
Menyongsong Yubileum, umat Katolik Indonesia dapat memaknai
kepausan Leo XIV sebagai momentum meneruskan harapan bahwa ajaran sosial
Gereja, yang diwakili nama Leo, tetap
dapat menuntun kita keluar dari kegelapan keserakahan dan disorientasi zaman.
- Ando Gimantro -
Posting Komentar